Desa Letmafo Jadi Sorotan, Polres TTU Dukung Edukasi Pencegahan Migrasi Non-Prosedural

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan masyarakat semakin sadar untuk memilih jalur resmi saat bekerja ke luar negeri, sekaligus menekan ruang gerak praktik perekrutan tenaga kerja ilegal yang sering berujung pada eksploitasi dan perdagangan orang.

Desa Letmafo Jadi Sorotan, Polres TTU Dukung Edukasi Pencegahan Migrasi Non-Prosedural
Foto bersama Kabag SDM Polres TTU, AKP Mahdi Ibrahim, S.H., M.H., dan perwakilan Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan (HMP IP) Universitas Timor (Unimor), Selasa (16/9). Dok Humas

Kefamenanu, Tribratanewsttu (16/9/2025) – Kasus migrasi tenaga kerja ilegal masih menghantui wilayah perbatasan, termasuk di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur. Menyikapi persoalan ini, Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan (HMP IP) Universitas Timor (Unimor) menggelar audiensi dengan Kepolisian Resor (Polres) TTU, Selasa (16/9/2025).

Audiensi yang berlangsung di ruang Vicon Polres TTU itu dihadiri Kepala Bagian (Kabag) Sumber Daya Manusia (SDM), AKP Mahdi Ibrahim, S.H., M.H.,serta perwakilan mahasiswa, di antaranya Ketua Bidang Keilmuan dan Penalaran HMP IP, Yohanes Niko B.S. Seran, dan Sekretaris HMP IP, Dionisius Sakunab.

Dalam pertemuan tersebut, mahasiswa menyoroti tingginya angka migrasi non-prosedural asal Desa Letmafo, Kecamatan Insana. Desa itu disebut menjadi salah satu kantong terbesar pekerja migran ilegal asal TTU.

“Kami sudah melakukan observasi dan advokasi, dan hasilnya menunjukkan kasus tertinggi migrasi non-prosedural berasal dari Desa Letmafo,” kata Yohanes Niko.

Untuk mencegah persoalan ini, HMP IP bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menggagas program Jaringan Perempuan Anti Migrasi Tenaga Kerja Non-Prosedural (Japamtekenpro). 

Program ini menyasar masyarakat desa, khususnya kaum perempuan, agar lebih waspada terhadap tawaran kerja di luar negeri yang tidak resmi.

Menurut Yohanes, migrasi ilegal bukan hanya berdampak pada individu pekerja, tetapi juga menimbulkan masalah besar bagi negara. Mulai dari penipuan, eksploitasi, hingga tindak pidana perdagangan orang kerap menjerat warga yang berangkat tanpa prosedur resmi.

Menanggapi hal itu, AKP Mahdi Ibrahim menegaskan komitmen Polres TTU untuk ikut terlibat dalam program Japamtekenpro.

“Polres Timor Tengah Utara mendukung penuh program Japamtekenpro. Edukasi hukum akan kami berikan agar masyarakat tahu konsekuensi hukum dari migrasi non-prosedural,” ujarnya.

Migrasi tenaga kerja non-prosedural tergolong pelanggaran hukum serius dengan ancaman pidana yang tegas:

  1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran IndonesiaPasal 81: setiap orang yang menempatkan pekerja migran tanpa izin dapat dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda hingga Rp15 miliar.
  2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO); Pasal 2: pelaku perekrutan dan pengiriman orang dengan cara melawan hukum diancam pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.
  3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)Pasal 378 tentang penipuan: ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun bagi siapa saja yang menipu atau mengelabui orang untuk diberangkatkan secara ilegal.

Dengan dasar hukum tersebut, kerja sama antara mahasiswa dan kepolisian diharapkan dapat menekan angka migrasi tenaga kerja non-prosedural di TTU, sekaligus melindungi masyarakat dari praktik perdagangan orang.**wm**