Kasus Pengrusakan Pagar Kawat Duri di Popnam Noemuti - TTU : Petronela Tilis Laporkan Blasius Lopis ke Polisi
Noemuti, TTU; tribratanewsttu.com – Seorang warga Desa Popnam, Kecamatan Noemuti, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Petronela Tilis (66), melaporkan Blasius Lopis ke pihak Kepolisian Sektor (Polsek) Noemuti atas dugaan pengrusakan pagar kawat duri yang digunakan sebagai pembatas lahan pekarangan rumah.
Laporan tersebut telah diterima Polsek Noemuti pada Selasa, 24 Desember 2024, sebagaimana tercantum dalam Laporan Polisi Nomor: LP/43/XII/SPKT/POLSEK NOEMUTI/POLRES TTU/POLDA NTT.
Menurut keterangan Elvrida, anak kandung Petronela, pagar kawat duri tersebut dibuat pada 23 Desember 2024 dengan panjang sekitar 100 meter.
Kawat tersebut dibeli sekitar bulan Oktober di Kota Kefamenanu dan dipasang sebagai pembatas antara pekarangan rumah Petronela dan pekarangan rumah milik Blasius.
“Mama beli itu kawat duri sekitar bulan Oktober tahun lalu di Kefa; terus kami buat pagar tanggal 23 Desember 2024. Itu kawat duri panjangnya sekitar 100 meter,” ungkap Elvrida saat dihubungi oleh media tribratanewsttu melalui telepon.
Elvrida menjelaskan bahwa Blasius memotong kawat duri tersebut menggunakan parang hingga putus, lalu meninggalkannya tergantung di pohon tempat kawat tersebut sebelumnya dipaku.
"Itu kawat kami paku di pohon; terus dia datang potong kasih putus dan dia lepas tergantung begitu saja di pohon," jelas Elvrida lebih lanjut.
Ketika dikonfirmasi oleh media, Blasius Lopis tidak membantah tuduhan tersebut. Ia mengakui bahwa dirinya memang telah memotong kawat duri yang dipasang oleh keluarga Petronela, dengan alasan bahwa kawat tersebut dililitkan di pohon miliknya.
"Memang saya potong kawat duri itu karena mereka lilit di saya punya pohon. Saya punya ada tiga pohon yang mereka lilit; dua pohon Mahoni, kemudian satu pohon Jati," ungkap Blasius kepada tribratanewsttu
Lebih lanjut, Blasius menjelaskan bahwa ia telah beberapa kali mencoba menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan, namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil karena pihak Petronela menolak untuk berdamai.
“Saya sudah empat kali minta damai, tapi mama Petronela tidak mau. Saya sudah beri tahu Kepala Desa untuk bantu selesaikan masalah, tapi mama Petronela tidak mau damai. Terakhir hari Senin, tanggal 20 Januari 2025, sebelum menghadap ke Polsek Noemuti, saya pergi ke rumah mama Petronela untuk berdamai, tapi mereka tidak mau,” ujar Blasius.
Kapolsek Noemuti, Iptu Heru Pandogo, menyatakan bahwa pihaknya masih melakukan penyelidikan terhadap kasus ini.
Saat ini, Polsek Noemuti sudah mengumpulkan keterangan dari saksi-saksi serta telah mengamankan barang bukti terkait kasus pengrusakan pagar tersebut.
“Kita sudah lakukan gelar perkara pada tingkat Polsek dan akan kita lakukan penyelidikan lebih mendalam,” ungkap Iptu Heru Pandogo kepada media.
Petronela dan anaknya, Elvrida, juga telah berkoordinasi dengan Polres TTU untuk mengurus pengukuran batas lahan guna memperjelas sengketa yang terjadi antara kedua belah pihak.
"Kami sudah koordinasi dengan Polres, nanti kami isi formulir untuk pertanahan ukur batas, tapi kami harus omong dengan keluarga dulu," kata Elvrida.
Perbedaan klaim kepemilikan atas lahan maupun pohon yang berdiri di perbatasan dapat menjadi pemicu konflik seperti yang terjadi antara Petronela dan Blasius.
Beberapa warga memilih untuk tidak membahas permsalahan Petronela dan Blasius; namun disisi lain, warga juga berharap agar persoalan ini dapat didiskusikan secara baik-baik.
Kapolsek Noemuti menegaskan bahwa pihaknya akan tetap bekerja secara profesional dan objektif dalam menangani kasus ini. Jika ditemukan cukup bukti bahwa tindakan Blasius memenuhi unsur pidana, maka proses hukum akan tetap berjalan sesuai aturan yang berlaku.
"Kami akan mengumpulkan semua bukti dan keterangan saksi sebelum mengambil keputusan lebih lanjut. Jika memenuhi unsur, tentu akan kami tindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku," pungkas Iptu Heru Pandogo.
Hingga kini, kasus pengrusakan pagar kawat duri di Desa Popnam masih menjadi perbincangan di masyarakat setempat. Banyak pihak berharap agar kedua belah pihak dapat menemukan jalan tengah untuk menyelesaikan permasalahan ini tanpa memperpanjang konflik.
Dengan adanya koordinasi dengan Polres TTU terkait pengukuran batas tanah, diharapkan sengketa ini dapat diselesaikan dengan lebih jelas berdasarkan data yang akurat.
Jika penyelesaian secara damai tetap tidak tercapai, maka kasus ini kemungkinan akan berlanjut ke tahap hukum yang lebih tinggi.